Survei: Warga AS Khawatir Kehilangan Pekerjaan Selamanya Karena AI

Aprianto Cahyo Nugroho
Minggu, 24 Agustus 2025 | 15:42 WIB
Ilustrasi Artificial intelligence/Alibaba Cloud
Ilustrasi Artificial intelligence/Alibaba Cloud
Bagikan
Ringkasan Berita
  • Mayoritas warga AS khawatir AI akan menghilangkan jutaan pekerjaan secara permanen, meski tingkat pengangguran nasional rendah.
  • Responden juga cemas AI dapat digunakan untuk kekacauan politik dan menolak penggunaannya dalam operasi militer.
  • Kekhawatiran lain mencakup konsumsi energi AI yang tinggi dan potensi penyalahgunaan teknologi dalam berbagai aspek sosial.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas warga Amerika Serikat diliputi kekhawatiran atas pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang akan menghilangkan jutaan lapangan kerja secara permanen.

Hal ini terungkap dalam jajak pendapat terbaru Reuters/Ipsos yang digelar secara  daring selama enam hari dan berakhir Senin (18/8/2025). Survei tersebut menunjukkan 71% responden khawatir AI akan menggantikan terlalu banyak pekerja untuk selamanya.

Kekhawatiran publik meningkat meski angka pengangguran nasional pada Juli tercatat hanya 4,2%.

AI pertama kali menguasai percakapan publik pada akhir 2022 ketika OpenAI meluncurkan ChatGPT. Dalam tempo singkat, aplikasi tersebut menjadi yang tercepat tumbuh dalam sejarah. Raksasa teknologi seperti Meta, Google, dan Microsoft segera menyusul dengan produk serupa, memicu gelombang baru persaingan dan investasi.

Namun, perkembangan itu juga menimbulkan keresahan. Sebanyak 77% responden khawatir AI dapat dimanfaatkan untuk menimbulkan kekacauan politik, seiring maraknya video manipulatif yang terlihat nyata.

Kekhawatiran tersebut semakin menguat setelah bulan lalu Presiden Donald Trump mengunggah video buatan AI yang memperlihatkan mantan Presiden Barack Obama ditangkap—peristiwa yang sebenarnya tidak pernah terjadi.

Aspek militer menjadi sumber kecemasan lain. Survei menunjukkan 48% warga menolak penggunaan AI untuk menentukan target serangan militer, sementara hanya 24% yang mendukung, dan sisanya tidak yakin.

Di sisi lain, euforia terhadap AI memicu arus investasi baru, termasuk rencana Foxconn dan SoftBank membangun pabrik peralatan pusat data di Ohio. Namun, dominasi teknologi ini juga menggeser prioritas kebijakan keamanan nasional, terutama dalam rivalitas strategis AS-China.

Kekhawatiran publik juga tertuju pada isu energi. Sekitar 61% responden resah terhadap besarnya konsumsi listrik untuk menopang teknologi yang berkembang pesat ini. Menanggapi hal itu, Google baru-baru ini meneken kesepakatan dengan dua perusahaan utilitas listrik AS untuk memangkas penggunaan daya pusat datanya ketika permintaan listrik melonjak.

AI juga menuai kritik atas sejumlah penyalahgunaan, mulai dari bot yang bisa bercakap secara romantis dengan anak-anak, menyebarkan informasi medis palsu, hingga menjadi alat untuk membenarkan argumen rasis.

Sebanyak dua pertiga responden mengaku takut manusia akan meninggalkan relasi sosial demi “pasangan” AI. Pandangan soal pendidikan pun terbelah: 36% percaya AI akan membantu, 40% menilai sebaliknya, dan sisanya ragu.

Jajak pendapat ini melibatkan 4.446 orang dewasa dari seluruh AS secara daring dengan margin kesalahan sekitar dua poin persentase.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami