Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan induk platform TikTok, ByteDance membidik valuasi sebanyak US$330 miliar atau sekitar Rp5.396 kuadriliun dengan meluncurkan program pembelian kembali saham karyawan atau employee share buyback.
Melansir laman Reuters pada Kamis (28/8/2025) dalam program tersebut, ByteDance berencana menawarkan harga US$200,41 per saham atau sekitar Rp3,28 juta kepada karyawan.
Nilai tersebut naik 5,5% dibandingkan harga sebelumnya US$189,90 per saham atau sekitar Rp3,11 juta yang ditawarkan sekitar enam bulan lalu, ketika perusahaan bernilai sekitar US$315 miliar atau Rp5.151 kuadriliun.
Program buyback dua kali setahun ini memberi kesempatan bagi karyawan perusahaan untuk mencairkan sebagian saham yang mereka miliki. ByteDance dikabarkan menggunakan neracanya sendiri untuk program buyback tersebut.
Program terbaru ini muncul seiring ByteDance memperkuat posisinya sebagai perusahaan media sosial dengan pendapatan terbesar di dunia. Pada kuartal II/2025, pendapatan ByteDance tercatat naik 25% secara tahunan hingga mencapai sekitar US$48 miliar atau Rp784,8 triliun, di mana sebagian besar masih disumbang oleh pasar Tiongkok.
Sebelumnya, pada kuartal I/2025, pendapatan ByteDance lebih dari US$43 miliar atau Rp703,1 triliun. Angka tersebut melampaui Meta yang merupakan pemilik Facebook dan Instagram, di mana mencatat pendapatan US$42,3 miliar atau Rp691,6 triliun.
Baik ByteDance maupun Meta sama-sama membukukan pertumbuhan di atas 20% pada kuartal II berkat permintaan iklan. Meski berhasil melampaui Meta dari sisi pendapatan, valuasi ByteDance masih kurang dari seperlima kapitalisasi pasar Meta yang sekitar US$1,9 triliun atau Rp31.067 kuadriliun. Analis menilai gap tersebut disebabkan oleh risiko politik dan regulasi di AS.
ByteDance menghadapi tekanan besar dari Washington terkait kepemilikan TikTok. Kongres Amerika Serikat (AS) telah mengesahkan undang-undang yang mewajibkan ByteDance melepas aset TikTok di AS paling lambat 19 Januari 2025, atau aplikasi itu terancam dilarang di AS.
Presiden Donald Trump memberikan kelonggaran dan memperpanjang tenggat hingga 17 September 2025, dengan opsi perpanjangan lebih lanjut. Trump menyebut sudah ada calon pembeli dari AS yang siap mengambil alih TikTok.
Namun, sejumlah anggota parlemen AS mengkritik langkah Trump yang dianggap mengabaikan aspek keamanan nasional terkait kepemilikan TikTok oleh pihak Tiongkok.
Sumber Reuters menyebut, meski ByteDance sudah mencatatkan keuntungan secara keseluruhan, bisnis TikTok di AS masih merugi. Jika penjualan TikTok AS terealisasi, kepemilikan akan beralih ke konsorsium investor AS bersama ByteDance yang memegang saham minoritas.
Konsorsium tersebut terdiri dari Susquehanna International Group, General Atlantic, KKR, dan Andreessen Horowitz. Sementara itu, Blackstone baru-baru ini menarik diri setelah terjadi beberapa kali penundaan.
Rencana buyback terbaru ini juga dinilai dapat meningkatkan semangat karyawan ByteDance di AS yang tengah khawatir dengan ketidakpastian masa depan TikTok.
Di sisi lain, TikTok juga tengah menyiapkan kemungkinan meluncurkan aplikasi terpisah khusus untuk pasar AS, meski belum jelas apakah rencana itu akan terealisasi di tengah negosiasi perdagangan antara AS dan Tiongkok.