Bisnis.com, JAKARTA - Proses transformasi digital selalu akan berhadapan dengan berbagai macam tantangan.
Anggota Dewan Direksi Siemens AG Cedrik Neike mengatakan, sedikitnya terdapat 2 hal yang menjadi tantangan dalam proses transformasi digital di Tanah Air, yaitu infrastruktur dan talenta digital.
Dia menjelaskan untuk mempercepat proses digitalisasi, Indonesia harus dapat memastikan tersedianya akses, memastikan hadirnya lingkungan yang stabil, serta memastikan bisnis berada di tangan orang yang benar dalam hal pengoperasian.
Presiden Direktur dan CEO PT Siemens Indonesia Prakash Chandran mengatakan, sebagai strategi, program-program pengembangan kemampuan talenta dinilai menjadi kunci, di mana Indonesia diharapkan menjadikan hal tersebut sebagai salah satu fokus utama.
"Harapannya, ketika indutri siap, kalian juga sudah siap. Jadinya seimbang," ujar Chandran di acara bertajuk Siemens Digitalize Indonesia 2019 yang diselenggarakan di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Indonesia, ujarnya, telah berada di jalur yang benar dari sekian banyak negara di dunia yang tengah membangun infrastruktur digital. Adapun, hal tersebut didorong oleh keterbukaan masyarakat dalam mengadopsi berbagai inovasi digital.
Terlepas dari semua itu, lanjut Chandran, hal yang sangat diperlukan Indonesia dalam perjalanannya menjadi negara yang sukses bertransformasi digital adalah investasi.
"Industri 4.0 butuh investasi, dan Indonesia memerlukan investasi infrastruktur," ujarnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara mengatakan untuk mewujudkan misi menjadi negara digital, Indonesia harus memiliki peta potensi.
Dia menjelaskan terdapat 5 sektor yang menjadi prioritas pemerintah terkait dengan Revolusi Industri 4.0, antara lain; foods and beverages, tekstil, otomotif, elektronik, dan bahan kimia.
Pada kuartal II/2019, Ngakan mengatakan sektor manufaktur memberikan kontribusi sebesar 19,52% terhadap Gross Domestic Product (GDP) nasional. Adapun, foods and beverages, bahan kimia, farmasi, produk metal, dan produk elektronik menjadi penyumbang terbesar.
"Ke depannya, hal yang dibutuhkan adalah menambah jumlah talenta digital hingga tiga kali lebih banyak. Sehingga ketika mereka bekerja untuk sebuah perusahaan, mereka dapat membimbing perusahaan untuk menemukan masalah yang ada," ujar Ngakan.