Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia diminta untuk tidak gentar mengenankan pajak kepada perusahaan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) seperti halnya Netflix, Spotify dan Facebook.
Direktur Eksekutif ICT Indonesia Heru Sutadi mengatakan pemerintah sebaiknya tidak hanya sebatas mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tetapi juga Pajak Penghasilan (PPh) terhadap perusahaan over the top (OTT) asing tersebut.
"Sebab kalau PPN lebih menyasar pembeli atau pengguna layanan yang dari Indonesia. Sementara keuntungan perusahaan dari iklan, dari penjualan layanan kepada orang Indonesia tidak dikenakan," ujar Heru kepada Bisnis, Selasa (9/6/2020).
Heru menambahkan, pemerintah harus menerapkan skema pemajakan yang komprehensif terhadap perusahaan OTT tersebut serta mengenakan kewajiban pajak yang setara dengan pemain lokal.
Bahkan, kata Heru, pemerintah tidak perlu menunggu kesepakatan dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) terkait penerapan pajak digital yang rencananya selesai tahun ini.
Pasalnya, dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020 sudah tercantum dua klausul terkait PMSE, yakni pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud serta jasa kena pajak (JKP) dari luar daerah pabean serta pengenaan pajak penghasilan (PPh) atau pajak transaksi elektronik (PTE) bagi subjek pajak luar negeri yang memenuhi significant economic presence.
Hal tersebut dinilai cukup sebagai landasan pengenaan PPh terhadap OTT asing.
"Jadi, tetapkan saja kebijakannya dan ditegakkan. Hal yang terpenting adalah mereka harus memiliki badan usaha tetap Indonesia. Pasalnya, ini pintu masuk ke segala kepentingan nasional. Mulai dari pajak, perlindungan data pribadi, penciptaan lapangan kerja yang real, pengawasan konten dan sebagainya. Masalah ini sederhana sekali sebenarnya, jangan dibuat rumit," tutup Heru.
Sebelumnya, AS melakukan investigasi formal terkait dengan penerapan pajak digital baru di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Pemerintah AS khawatir pemajakan itu dilakukansecara tidak adil dengan hanya menargetkan perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Facebook.
Seperti dikutip dari BBC.com, Rabu (3/6/2020), dalam penyelidikan tersebut, AS akan melakukan pemeriksaan atas beberapa skema penerapan pajak di 10 wilayah yurisdiksi, termasuk Indonesia. Selain Indonesia, penyelidikan dilakukan di Austria, Brazil, Republik Ceko, Uni Eropa, India, Italia, Turki, Spanyol, dan Inggris.