Bisnis Iklan Google Naik 9% di Tengah Dugaan Pelanggaran Antimonopoli

Redaksi
Rabu, 25 Oktober 2023 | 18:32 WIB
Logo Google./Bloomberg-Ore Huiying
Logo Google./Bloomberg-Ore Huiying
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Bisnis iklan digital Google meningkat sebesar 9% pada kuartal III/2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikkan tersebut terjadi di tengah tudingan sejumlah negara yang menyebut Google melakukan monopoli.  

Pertumbuhan tersebut turut berdampak pada bisnis induk, Alphabet. 

Total keuntungan Alphabet meningkat sekitar 11% menjadi US$76,69 miliar tahun lalu. Bahkan, peningkatan tersebut lebih baik daripada pendapatan tahunan sebesar 7% yang dihasilkan Alphabet antara bulan April dan Juni. 

Pendapatan yang lebih tinggi dikombinasikan dengan pemotongan biaya yang menyebabkan lebih dari 7.800 karyawan dikeluarkan dari daftar gaji Alphabet sepanjang tahun ini. 

Ini memungkinkan perusahaan Alphabet membukukan laba sebesar US$19,7 miliar, atau US$1,55 per saham, meningkat 42% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Alphabet mengakhiri September dengan hampir 182.400 karyawan.

CEO Alphabet Sundar Pichai mengatakan beberapa pelanggan mengoptimalkan pengeluaran untuk layanan cloud merupakan tanda bahwa beberapa perusahaan sedang memperketat anggaran di tengah ketidakpastian ekonomi.

Hal ini disebabkan oleh perang di Timur Tengah dan Ukraina, serta kemungkinan penutupan pemerintahan AS bulan depan. 

Di sisi lain, Departemen Kehakiman AS bahwa menuding Google menyalahgunakan kekuasaannya untuk meningkatkan keuntungan sekaligus menghambat persaingan dan inovasi.

Tudingan tersebut kini merambat ke Asia. Pengawas persaingan usaha Jepang menyelidiki Google atas dugaan pelanggaran undang-undang antimonopoli dalam layanan pencarian web, seperti yang diendus oleh Eropa dan Amerikas Serikat. 

Komisi Perdagangan Adil Jepang (JFTC) menyampaikan sedang menyelidiki, dugaan Google melanggar Undang-Undang Antimonopoli Jepang untuk membagi pendapatan iklannya kepada pembuat smartphone Android sebagai syarat mereka tidak memasang mesin pencari saingannya. 

Pengawas persaingan usaha Jepang juga mempelajari praktik Google yang memaksa pembuat smartphone Android dengan memasang aplikasi browser Google Search dan Google Chrome dengan Google Play. 

“Ada kecurigaan bahwa melalui langkah-langkah ini mereka mengecualikan aktivitas bisnis pesaing dan membatasi aktivitas bisnis mitra bisnisnya di pasar layanan pencarian,” kata seorang pejabat JFTC, dikutip dari reuters, Selasa (24/10/2023).

Dia menambahkan bahwa masalahnya bukan karena layanan Google digunakan secara luas, namun ini soal persaingan yang sehat. 

Dengan itu, JFTC telah meluncurkan penyelidikan ini dengan bertanya-tanga apakah situasi dimana layanan penyedia mesin pencari lainnya sulit untuk dikenal sebagai pilihan pengguna. Bahkan, tidak peduli berapa banyak perbaikan yang telah dilakukan adalah buatan.

Maka, keputusan tersebut menyusul penyelidikan serupa yang dilakukan oleh regulator antimonopoly di Uni Eropa, AS, hingga negara lainnya. (Afaani Fajrianti)

Penulis : Redaksi
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper