Menkeu Sri Mulyani Jadi Korban, Apa Itu Deepfake dan Bahayanya

Pernita Hestin Untari,Mia Chitra Dinisari
Rabu, 20 Agustus 2025 | 12:12 WIB
Ilustrasi deepfake. Dok Istimewa
Ilustrasi deepfake. Dok Istimewa
Bagikan
Ringkasan Berita
  • Kementerian Keuangan membantah video deepfake yang menampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani seolah menyebut guru sebagai beban negara.
  • Deepfake adalah media sintetis yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan, yang dapat meniru peristiwa nyata namun sebenarnya artifisial.
  • Deepfake berpotensi meningkatkan kejahatan siber, khususnya di sektor keuangan, dengan kerugian global diperkirakan mencapai $40 juta USD per tahun pada 2027.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membantah narasi yang beredar di media sosial terkait video yang menampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seolah menyebut guru sebagai beban negara.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menegaskan Sri Mulyani tidak pernah menyampaikan pernyataan tersebut.

“Potongan video yang menampilkan seolah-olah Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan guru adalah beban negara itu hoaks,” kata Deni dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/8/2025).

Menurut Deni, video itu merupakan hasil deepfake sekaligus potongan tidak utuh dari pidato Menkeu dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di ITB pada 7 Agustus lalu. Lantas apa itu deepfake?

Apa Itu Deepfake?

Deepfake adalah jenis media sintetis yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan atau yang biasa disebut artificial intelligence (AI).

Deepfake dibuat menggunakan teknik deep learning dan generative adversarial networks (GANs). Teknologi ini bekerja dengan menganalisis dan mempelajari data dalam jumlah besar.

Hasil dari teknologi tersebut menciptakan rekayasa visual atau audio yang menyerupai peristiwa nyata, namun sebenarnya artifisial. Ternyata Deepfake bukanlah sebuah teknologi yang benar-benar baru dibuat.

Perkiraan kerugian global akibat deepfake akan mencapai $19 juta USD pada tahun 2033, dengan $12,3 juta USD di antaranya telah terjadi hanya dalam tahun 2023 akibat teknologi GenAI. Bahkan, pada tahun 2027, angka ini diproyeksikan melonjak hingga $40 juta USD per tahun.

Meski belakangan marak dibicarakan, teknologi ini bukanlah hal baru. Konsep awal deepfake sudah mulai digunakan sejak dekade 1990-an, terutama di industri perfilman.

VP of Strategy Verihubs, Jason Hartono menuturkan generative AI pada masa itu membantu memangkas biaya dan waktu produksi film hingga 90% dibandingkan metode tradisional.

Deepfake merupakan teknologi yang sudah berevolusi dari beberapa dekade lalu, bisa dilihat konsep awal teknologi deepfake sudah ada dari tahun 90an dimana teknologi ini digunakan untuk dunia perfilman,” kata Jason.

Bahaya Deepfake

Di sisi lain, kemajuan teknologi AI juga membuat deepfake semakin mudah diakses dan rawan disalahgunakan. Salah satu dampak serius adalah meningkatnya potensi kejahatan siber, khususnya dalam sektor keuangan.

Rick Firnando dan Jason Hartono dari Verihubs mengungkapkan deepfake dapat menembus sistem keamanan berlapis perbankan melalui tiga metode utama.

Pertama, penggunaan aplikasi kloning yang memungkinkan pelaku menggandakan aplikasi perbankan di ponsel untuk mengakses banyak akun sekaligus, sehingga menyulitkan deteksi penipuan secara real-time. Kedua, pemanfaatan virtual camera, yakni manipulasi umpan kamera langsung dengan video atau gambar yang telah disiapkan sebelumnya. Ketiga, teknik face swap berbasis AI yang memungkinkan pelaku mengganti wajah asli dengan wajah orang lain, sehingga bisa menipu sistem verifikasi digital dengan mudah.

Metode terakhir ini juga diperlihatkan dalam acara Faces of Fiction, yang menunjukkan betapa mudahnya teknologi deepfake dimanfaatkan untuk tindak penipuan.

“Banyak orang mengira liveness detection sudah cukup untuk menghadapi deepfake, padahal kenyataannya tidak demikian,” tambah Jason.

Ancaman deepfake diperkirakan akan terus meningkat. Berdasarkan proyeksi global, kerugian akibat penyalahgunaan teknologi ini dapat mencapai US$19 juta pada 2033. Sementara pada 2023 saja, tercatat kerugian mencapai US$12,3 juta, dan angka ini diperkirakan melonjak hingga US$40 juta pada 2027.

Dengan skala ancaman yang semakin besar, pemanfaatan teknologi canggih disebut menjadi salah satu langkah paling efektif untuk melawan penyalahgunaan deepfake. Tanpa upaya deteksi yang lebih adaptif, risiko kejahatan digital berbasis AI ini dikhawatirkan akan semakin sulit dikendalikan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami