Musim Gugur Masih Berlanjut, Bisnis Startup Makin Suram?

Crysania Suhartanto
Rabu, 13 Desember 2023 | 09:00 WIB
Ilustrasi Startup. Bisnis/Arief Hermawan P
Ilustrasi Startup. Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Fenomena perusahaan rintisan atau startup berguguran masih berlanjut hingga penghujung tahun ini. Dalam 2 pekan terakhir, setidaknya ada dua startup yang menutup layanannya di Indonesia.

Terbaru ada PT Go Online Destinations atau Pegipegi yang menambah daftar panjang startup yang berhenti beroperasi di Indonesia sepanjang 2023. Pada Senin (11/12/2023), perusahaan pemesanan tiket dan penginapan secara daring itu resmi tutup setelah 11 tahun beroperasi.

"Dengan berat hati, hari ini per tanggal 11 Desember 2023 Pegipegi harus pamit," tulis dalam laman resmi pegipegi.com, dikutip Rabu (13/12/2023). 

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai startup agen perjalanan online (OTA) Pegipegi ditutup karena banyaknya persaingan dan pendanaan yang makin menipis.

Dia mengatakan, saat ini sudah terlalu banyak platform yang memberikan layanan seperti Pegipegi. Apalagi, banyak pesaing di antaranya yang tidak hanya berfokus di penjualan tiket ataupun hotel.

“Beberapa maskapai penerbangan dan perhotelan juga mengembangkan sendiri website ataupun platform aplikasi untuk melakukan transaksi jasa mereka,” ujar Huda, Selasa (12/12/2023).

Masalahnya, perusahaan-perusahaan tersebut cenderung menawarkan tiket ataupun hotel dengan harga yang jauh lebih murah, promo, ataupun bonus-bonus tertentu. Alhasil, startup OTA yang keuangannya seret pun makin terpuruk.

Belum lagi ditambah dengan adanya laman aggregator, ujar Huda, yang bisa membandingkan harga tiap OTA ataupun laman maskapai dan hotel.

“Maka OTA harus memiliki pendanaan untuk bisa berkompetisi dengan OTA lain ataupun perusahaan penerbangan dan perhotelan secara langsung,” ujar Huda.

Masalahnya, menurut Huda, hal ini tidak hanya dialami oleh startup dari sektor OTA, melainkan juga startup digital secara keseluruhan.

Huda mengaku semua perusahaan rintisan digital mengalami kesulitan pendanaan, baik nasional maupun global. Hal inipun terlihat dari banyaknya kasus penutupan atau efisiensi karyawan yang dilakukan oleh startup.

"Maka dari itu, sudah ada dua startup digital yang tutup, Rumah.com dan Pegipegi yang akhirnya pamit undur diri. Tidak adanya pendanaan membuat daya saing dari startup digital berkurang dan tidak bisa menghadapi persaingan yang ketat dengan OTA lainnya," ujar Huda.

Tak hanya Pegipegi, 10 hari sebelumnya, platform jual beli properti Rumah.com resmi tutup layanan per 1 Desember 2023. Keputusan tersebut diambil oleh perusahaan induknya, PropertyGuru Group untuk mempertahankan bisnis secara keseluruhan.

Sebelumnya, Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) menilai tren investasi startup masih suram pada kuartal IV/2023, sama seperti kuartal-kuartal sebelumnya. 

Ketua Bidang IV Amvesindo Rama Mamuaya mengatakan, penyebab investasi yang masih menurun ini bukan hanya karena kondisi ekonomi dan geopolitik global. Namun, juga karena kondisi dalam negeri menjelang pergantian pemerintahan dan perubahan kebijakan ekonomi. 

“Banyak yang gugup seiring pergantian pemerintahan dan perubahan kebijakan ekonomi, tetapi sejauh ini belum ada data yang menunjukkan korelasi tersebut [untuk investasi ke teknologi]” ujar Rama kepada Bisnis, Jumat (17/11/2023).

Rama mengimbuhkan, jika memang ada perusahaan yang melakukan PHK, hal ini merupakan bentuk efisiensi perusahaan yang sebenarnya merupakan hal yang bagus. 

Menurutnya, hal ini bisa membuat perusahaan kembali fokus ke fundamental bisnis perusahaan.

Berikut daftar startup yang tutup di Indonesia sepanjang 2023:

1. JD.ID

JD.ID resmi menyetop semua layanannya di Indonesia pada 31 Maret 2023. Sebelum memutuskan untuk tutup, startup vertikal e-commerce itu melakukan PHK massal pada 2022.

Head of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID Setya Yudha Indraswara mengatakan keputusan perusahaan menutup layanan di Indonesia merupakan instruksi dari induk perusahaan JD.com, Inc.

Dia menjelaskan langkah ini dilakukan JD.com untuk berkembang di pasar internasional dengan fokus pada pembangunan jaringan rantai pasok lintas-negara, dengan logistik dan pergudangan sebagai intinya.

Adapun, sebelum ada pernyataan resmi dari JD.ID terkait kepergiannya dari Indonesia, JD.com sejak Desember 2022 telah diberitakan akan menarik bisnis e-commerce ini dari Indonesia dan Thailand.

Dilansir dari South China Morning Post, Kamis (1/12/2022), alasan JD.com berencana mundur dari kedua pasar terbesar di Asia Tenggara dikarenakan ingin mempertajam fokusnya untuk mengurangi kerugian di wilayah tersebut dan memperkuat operasi di pasar dalam negerinya.

Menurut sumber yang mengetahui masalah ini, bisnis e-commerce di Indonesia dan Thailand telah menjadi tantangan selama beberapa tahun belakangan.

2. DishServe

Pada Mei 2023, startup cloud kitchen, DishServe, mengumumkan menutup layanannya di Indonesia. Penutupan ini pun disebabkan pendanaan yang kurang serta model bisnis yang tidak sesuai.

CEO dan Founder DishServe Rishabh Singhi mengatakan, alasan penutupan ini dikarenakan beberapa hal mulai dari usaha hingga musim dingin atau tech winter pendanaaan yang saat ini terjadi di startup.

"Sebuah perjalanan yang luar biasa berakhir. Dengan sangat sedih saya ingin mengumumkan bahwa kami telah menutup DishServe," ujarnya di Linkedin, dikutip pada Selasa (2/5/2023).

Dia pun menyebutkan ada tiga hal yang seharusnya dilakukan lebih baik oleh DishServe. Pertama, pihaknya hanya fokus pada pertumbuhan dengan margin yang rendah sehingga pihaknya menghabiskan sebagian besar waktunya fokus pada pertumbuhan dan ketika meningkatkan margin, dana (runway) sudah hampir habis.

Kedua, dia menilai DishServe memiliki narasi F&B yang membosankan yang tidak begitu seksi untuk dunia modal ventura sekarang. "Kami tidak dapat meyakinkan cukup banyak orang bahwa bisnis kami dapat berkembang menjadi bisnis dengan senilai US$100 juta dalam 5-6 tahun ke depan," jelasnya.

Ketiga, DishServe mencoba menyelesaikan terlalu banyak masalah, mulai dari penciptaan merek hingga rantai pasokan dan distribusi hingga produksi makanan. "Kami seharusnya bisa fokus pada salah satu masalah tersebut dan mulai memonetisasinya lebih awal," ungkapnya

Halaman:
  1. 1
  2. 2

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper