Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mengungkapkan sejumlah peluang dan tantangan dalam mengoptimalkan pita 1,4 GHz untuk keperluang Fixed Wireless Acces (FWA) atau jaringan internet tetap cepat nirkabel 4G dan 5G.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot pita frekuensi 1,4 GHz memiliki banyak potensi untuk mendukung layanan FWA 4G dan 5G di Indonesia, terutama dalam meningkatkan jangkauan dan kualitas layanan di area terpencil atau padat bangunan, seperti kompleks pemukiman, kampus hingga perkantoran.
Secara jenis frekuensinya, kata Sigit, juga cukup menarik, karena cakupannya lumayan. Sebagian besar use-case 5G ada di kelompok pita frekuensi tengah (Mid-band).
“Meskipun secara ketersediaan lebar pita yg disiapkan 80 MHz itu masih terbatas,” kata Sigit kepada Bisnis, Jumat (31/1/2025).
Untuk diketahui, beberapa laporan menyebut untuk menggelar 5G secara optimal dibutuhkan pita frekuensi sebesar 100 MHz. Dukungan frekuensi akan melahirkan inovasi-inovasi baru di 5G.
FWA 4G dan 5G, lanjutnya, memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah akses internet di Indonesia, terutama di daerah yang belum terjangkau infrastruktur kabel.
Dia menuturkan di Indonesia, penetrasi akses tetap dengan fiber, perkembangannya sangat lambat, masih terus dibawah 15%. Sementara akses bergeraknya, 5G Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan jauh tertinggal dari negara-negara lain dalam konteks kompetisi 5G, baik secara infrastruktur, layanan maupun ekosistem.
“Di situlah FWA itu sangat potensial untuk mengisi gap tersebut, menjadi solusi broadband 5G yang secara harga lebih murah dari fiber, secara luasan cakupan lebih cepat berkembang, sehingga adopsi ke end-user bisa lebih cepat,” kata Sigit.
Sigit juga mengatakan sudah banyak studi tentang potensi teknologi 5G FWA ini di Indonesia. Namun, keberhasilan pengembangan FWA juga bergantung pada investasi jaringan, pemerataan akses, serta penyelesaian tantangan teknis dan regulasi.
“Dengan adanya dukungan kebijakan yang tepat, FWA dapat menjadi solusi penting dalam meningkatkan konektivitas dan mendorong perkembangan ekonomi digital Indonesia,” kata Sigit.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana mengalokasikan pita frekuensi 1,4 GHz untuk keperluan Broadband Wireless Access (BWA) atau layanan internet cepat tetap nirkabel. Komdigi menunggu masukan publik guna menyusun regulasi tersebut.
BWA adalah teknologi khusus akses internet berkecepatan tinggi secara nirkabel (tanpa kabel) di area yang luas.
Beberapa teknologi yang termasuk dalam BWA antara lain Wi-Fi, WiMAX atau teknologi nirkabel jarak jauh yang dapat mencakup area yang lebih luas daripada Wi-Fi, 4G/5G, hingga satelit.
Hinet (Berca) dan Bolt adalah beberapa merek Wimax yang terkenal pada masanya. Merek-merek tersebut kini telah tutup seiring dengan masifnya perkembangan 4G dan 5G di Indonesia.
Komdigi menyampaikan terobosan kebijakan tersebut nantinya akan tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio pada Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz.
Dikutip dari laman resmi, Sabtu (25/1/2025). Komdigi menyebut Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan layanan Fixed Broadband (FBB), di mana dari segi penetrasi dan kualitas saat ini hanya mencapai 21,31% rumah tangga dari sekitar 69 juta rumah tangga di Indonesia.
“Selain itu, harga rata-rata bulanan untuk kecepatan internet mencapai hingga 100 Mbps masih cukup mahal. Tingginya biaya internet pelanggan dan biaya penggelaran jaringan Fiber Optic (FO) terutama di daerah rural dan sub-urban, serta regulasi dan infrastruktur yang belum mendukung secara optimal, menjadi tantangan utama,” tulis Komdigi.
Untuk mengatasi masalah itu, Komdigi menyiapkan terobosan kebijakan guna mendorong pembangunan layanan akses internet di rumah secara masif dan cepat dengan biaya yang relatif terjangkau sesuai kemampuan masyarakat.