Bisnis.com, JAKARTA - Sekelompok ilmuwan yang terdiri dari seorang ahli lubang hitam, seorang fisikawan kuantum, dan seorang matematikawan menghitung prediksi kiamat bumi dan mereka memperkirakan alam semesta termasuk bumi, mungkin akan berakhir jauh lebih cepat daripada yang diperkirakan para ilmuwan.
Para peneliti pernah memproyeksikan jangka waktu sekitar 101.100 tahun untuk semuanya lenyap.
Namun, perhitungan terbaru menunjukkan bahwa 1078 tahun bisa menjadi angka yang lebih baik. Itu adalah angka 1 diikuti oleh 78 angka nol, angka yang masih sangat besar.
Namun, hal itu menunjukkan adanya perubahan dalam cara kita berpikir tentang bara api terakhir cahaya kosmik.
Akhir alam semesta datang jauh lebih cepat dari yang diperkirakan, tetapi untungnya masih membutuhkan waktu yang sangat lama.
Perkiraan yang dikerjakan ulang ini menyoroti bahwa meskipun hitungan mundur telah dipersingkat, hitungan mundur itu masih terlalu besar untuk dipahami oleh manusia mana pun.
Dilansir dari Forbes, penjelasan sederhananya adalah bahwa alam semesta akan berakhir lebih cepat dari yang kita duga karena katai putih, yaitu sisa-sisa inti bintang yang padat dan panas yang dinilai sebagai benda langit yang paling persisten dapat menguap dalam waktu sekitar 1.078 tahun.
Hal itu memperhitungkan radiasi Hawking, sebuah teori yang dikembangkan oleh fisikawan Stephen Hawking pada tahun 1975 yang berteori bahwa lubang hitam dapat meluruh.
Dengan menerapkan teori itu pada objek lain, makalah baru dari ilmuwan Heino Falcke, Michael Wondrak, dan Walter van Suijlekom di Universitas Radboud, Nijmegen, Belanda, ini juga menemukan bahwa bintang neutron (sisa-sisa supernova yang padat) dan lubang hitam bintang (terbentuk dari keruntuhan bintang masif) membutuhkan waktu 1067 tahun untuk meluruh.
Mereka juga menghitung bahwa bulan dan manusia akan menguap dalam waktu 1090 tahun.
Alam semesta mengembang dengan kecepatan yang semakin tinggi, didorong oleh kekuatan misterius yang disebut energi gelap. "Di masa depan yang jauh, ekspansi yang semakin cepat ini akan mengosongkan kosmos hingga pada dasarnya tidak ada yang tersisa," tulis Dr. Katie Mack, penulis The End of Everything, untuk National Geographic bulan lalu.
Itulah teori kematian panas klasik tentang akhir Alam Semesta ketika alam semesta menjadi sangat dingin dan kekurangan energi sehingga tidak ada proses lebih lanjut yang dapat terjadi.
Namun, seperti yang dikatakan Mack dalam bukunya, ada beberapa cara lain yang dapat menyebabkan alam semesta berakhir:
- Big Crunch: Alam semesta runtuh dengan sendirinya karena gravitasi. Big Rip: Alam semesta mengembang dengan kecepatan yang semakin cepat, sehingga terkoyak.
- Big Bounce: Alam semesta runtuh dan mengembang lagi, mungkin dalam proses siklus.
- Peluruhan vakum palsu: Pergeseran kuantum dalam hukum fisika menyebabkan peristiwa bencana.