Bisnis.com, JAKARTA– Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperingatkan potensi berlanjutnya musim kemarau basah di sejumlah wilayah Indonesia.
Peneliti Bidang Klimatologi dan Perubahan Iklim BRIN, Erma Yulihastin, menilai kondisi tersebut dapat berdampak signifikan terhadap aktivitas pertanian musiman, termasuk tambak garam yang sangat bergantung pada curah hujan yang rendah dan periode kering yang stabil.
“Namun perlu dipikirkan juga misalnya tambak garam, tentu harus beradaptasi dengan kondisi ini,” kata Erma saat dihubungi Bisnis pada Rabu (11/6/2025).
Erma menjelaskan hingga kini para petambak garam masih sering berkonsultasi dengannya terkait waktu yang tepat untuk memulai produksi. Pasalnya, hujan masih terjadi secara konsisten di berbagai wilayah Jawa, khususnya di kawasan depan Turak, Jawa Timur.
Imbas kondisi basah tersebut diperkirakan akan terus berlangsung hingga Juli, Agustus, bahkan September, dia menyarankan agar aktivitas tambak garam ditunda sementara waktu.
Dia menjelaskan, meskipun bulan Juni hingga Juli ini berpotensi menjadi periode terkering sepanjang tahun, peluang tersebut bersifat sementara dan tidak bisa dijadikan acuan untuk memulai aktivitas produksi garam secara penuh.
“Walaupun ada durasi yang terlama, kering, kemungkinan itu adalah bulan ini, bulan Juli dan Juli saja, itu kira-kira dampaknya,” tambahnya.
Erma menekankan bahwa pola curah hujan dan musim di Indonesia memang telah mengalami perubahan signifikan akibat perubahan iklim. Salah satu tanda yang terus diamati adalah musim hujan yang menjadi lebih panjang, sementara musim kemarau cenderung lebih pendek dan tidak sepenuhnya kering seperti sebelumnya.
“Yang pasti ini ada indikasi gejala yang sustain atau berlanjut atau konsisten. Sehingga ini bisa jadi yang merupakan sinyal awal dari perubahan musim,” jelasnya.
Dia menambahkan bahwa kajian lebih lanjut tengah dilakukan untuk memahami karakteristik musim kemarau yang kini tidak bisa lagi disamakan dengan kondisi beberapa dekade lalu. Meskipun musim hujan memanjang, justru jumlah dry spell atau jeda hari tanpa hujan di tengah musim hujan malah meningkat.
Wilayah Tenggara Indonesia menjadi salah satu lokasi yang sedang dikaji BRIN untuk melihat adanya potensi pergeseran musim, di mana kemarau cenderung menjadi lebih basah dibanding sebelumnya.
“Apakah ada daerah-daerah di Indonesia ini yang sudah mulai mengalami pergeseran? Misalnya adalah wilayah Tenggara. Karena penelitian kami juga sedang mengkaji adanya kondisi di mana musim kemarau di wilayah Tenggara Indonesia itu berubah menjadi sedikit lebih basah,” ujarnya.
Menurutnya, adaptasi terhadap perubahan iklim menjadi kebutuhan mendesak bagi seluruh pihak, terutama mereka yang pekerjaannya berkaitan erat dengan pola musim, seperti petambak garam, petani, dan pelaku usaha agrikultur lainnya.
“Kita perlu beradaptasi dengan perubahan iklim. Salah satunya yaitu berjalan terhadap perubahan musim yang sudah nyata dan memang sudah dikaji terjadi di wilayah Indonesia,” pungkasnya.