Kala Tuntutan Driver Gojek - Grab Cs Tak Kunjung Reda Soal Potongan Tarif

Redaksi,Pernita Hestin Untari
Selasa, 22 Juli 2025 | 11:30 WIB
Ribuan driver ojek online (ojol) memadati  kawasan Patung kuda Arjuna Wijaya di Jakarta, Kamis (29/8/2024) / BISNIS - Artha Adventy
Ribuan driver ojek online (ojol) memadati kawasan Patung kuda Arjuna Wijaya di Jakarta, Kamis (29/8/2024) / BISNIS - Artha Adventy
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan pengemudi ojek online yang berasal dari platform Gojek, Grab, hingga Maxim kembali melakukan demo menuntut dihapuskannya sejumlah fitur yang merugikan hingga penurunan biaya aplikasi dari 20% menjadi 10%. 

Tidak hanya itu, dibandingkan dengan 2024, frekuensi demo yang dilakukan mitra ojek online meningkat pada tahun ini. Hingga pertengahan tahun setidaknya mitra driver telah menggelar demo sebanyak 4 kali. 

Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono mengatakan selama ini pemotongan biaya aplikasi kepada pengemudi memberatkan karena melebihi regulasi, bahkan bisa mendekati 50 persen.

Menurut Igun dalam regulasi terbaru, yakni Keputusan Menteri Perhubungan 1001 Tahun 2022,  seharusnya besaran potongan biaya aplikasi yang berlaku adalah 15 persen ditambah 5 persen—di mana tambahan 5 persen tersebut mestinya dikembalikan kepada pengemudi dalam bentuk insentif atau manfaat lain.

"Faktanya, sejak aturan dibuat, banyak aplikasi yang memotong hingga hampir 50 persen. Tidak ada ketegasan dari regulator sehingga potongan justru seringkali lebih dari 20 persen," ujar Igun, Senin (21/7/2025). 

Untuk itu, pihaknya menuntut agar potongan biaya aplikasi diturunkan menjadi 10 persen saja. Igun menegaskan, hal ini sudah dikaji sejak tahun 2020 secara akademik dan empiris. Ia juga menantang pihak yang menganggap potongan 20 persen sudah cukup untuk menyampaikan kajian dan data yang valid.

Sejak 2020, kata Igun, Garda sudah mengajukan potongan 10 persen berdasarkan kajian mendalam. Bahkan, dari kajian yang  disampaikan ke Kementerian Perhubungan terdahulu, 10 persen sudah bisa memberikan keuntungan bagi perusahaan aplikasi ojol.

Selain itu, Igun membandingkan dengan negara tetangga di Asia yang potongan aplikatornya hanya berkisar 6-12 persen, jauh lebih kecil dari Indonesia yang bisa sampai 15,5 persen atau bahkan lebih.

Demo ojol menuntut penurunan biaya aplikasi menjadi 10%
Demo ojol menuntut penurunan biaya aplikasi menjadi 10%

Tak hanya masalah potongan, Garda Indonesia juga mengeluhkan belum pernah dilakukannya audit pada perusahaan aplikasi. Padahal, aturan KP no.1001/2022 telah mewajibkan audit investigatif yang hasilnya wajib diserahkan ke Kementerian Perhubungan, seluruh stakeholder, dan ekosistem transportasi online.

Pada poin lain, Igun juga meminta pemerintah dan regulator segera membuat regulasi khusus terkait tarif pengantaran barang dan makanan bagi kurir online, demi keadilan dan perlindungan pengemudi serta konsumen.

Dia juga menuntut untuk menghapus program-program aplikasi seperti slot, multi order, maupun argo goceng yang kerap merugikan pengemudi. 

"Kalau ada yang bilang tuntutan ini politis, silakan buktikan secara data. Ini murni aspirasi pengemudi sejak lama," kata Igun. 

Grab Buka Suara, Gojek Bungkam

Bisnis coba menghubungi Gojek mengenai hal ini namun belum mendapat balasan. Sementara itu Grab mengatakan perubahan biaya aplikasi  dapat berdampak pada bisnis perusahaan. 

Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, menegaskan  setiap upaya perubahan terkait skema komisi perlu dikaji secara menyeluruh dan proporsional demi keberlanjutan seluruh ekosistem transportasi daring.

Penurunan tarif secara signifikan dari 20% menjadi 10% akan berdampak besar bagi ekosistem transportasi online di mana di dalamnya terdapat aplikator, pengemudi, dan penumpang. 

Menurut Tirza, saat ini telah tersedia berbagai platform layanan transportasi daring di Indonesia yang menawarkan skema komisi beragam, bahkan ada yang menawarkan komisi lebih rendah dari 20%. 

Tirza mengatakan dalam ekosistem yang terbuka serta kompetitif itu, Grab memberikan pilihan kepada mitra setiap mitra pengemudi punya kebebasan memilih platform sesuai kebutuhan dan preferensi masing-masing.

Driver Grab sedang mengantar pesanan
Driver Grab sedang mengantar pesanan

"Grab percaya bahwa dalam lanskap tersebut, kualitas layanan, keberlanjutan dukungan, dan komitmen terhadap kesejahteraan mitra akan menjadi faktor pembeda yang utama," kata Tirza kepada Bisnis, Senin (21/7/2025). 

Tirza menuturkan usulan penurunan komisi menjadi 10% tidak sejalan dengan prinsip keberlanjutan ekosistem. Komisi yang berlaku saat ini bukan hanya untuk pemakaian aplikasi,  juga untuk mendukung sejumlah aspek penting seperti GrabSupport dan tim tanggap darurat, fasilitas edukasi GrabAcademy hingga pelatihan kewirausahaan.

“Komisi tersebut mendukung ekosistem transportasi daring menjadi lebih tangguh dan berdaya,” tegasnya.

4 Kali Demo dalam 7 Bulan

Adapun berdasarkan catatan Bisnis, demo ojol telah terjadi sebanyak 4 kali dalam 7 bulan terakhir. Demo pertama terjadi pada 17 Februari 2025. Para pengemudi menuntut peningkatan kesejahteraan dan pembayaran THR. 

Kemudian 10 hari berselang demo kembali terjadi pada 27 Februari 2025. Pengemudi meminta tarif ojol, potongan biaya aplikasi, sejumlah kebijakan lain yang merugikan mitra dihapuskan. 

20 Mei 2025 turun ke jalan menolak merger GoTo dengan Grab yang dinilai berpotensi menciptakan monopoli pasar layanan transportasi online. Mereka juga meminta penghapusan status kemitraan, payung hukum menyeluruh bagi driver ojek dan taksi online dan kurir. 

Terakhir, 21 Juli 2025, demo ojol dilakukan dengan berfokus pada lima tuntutan mulai dari desakan kepada DPR untuk mengesahkan UU khusus transportasi online hingga menuntut audit terhadap perusahaan aplikator.

Akar Masalah

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Digital berpendapat irisan kepentingan menjadi penyebab demo terus terjadi. Pihak aplikator menjaga margin bisnisnya, sementara itu driver ingin adanya biaya yang mereka serahkan kepada aplikator karena menganggap nilai yang ada saat ini sangat besar bahkan melampaui ketentuan yang seharusnya. Di sisi lain, biaya hidup makin tinggi.  

Artinya, jika aplikator ingin terus mempertahankan margin maka biaya aplikasi tidak akan turun. Namun jika biaya aplikasi turun, margin akan turut terseret.  

Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Laws Studies (CELIOS), Nailul Huda mengatakan demo terus terjadi karena pihak pengemudi tidak kunjung menemukan solusi dari tuntutan yang mereka sampaikan. Seharusnya, terdapat kajian publik yang matang untuk mengatasi permasalahan ini.

“Ini berkaitan dengan minimnya kajian publik yang dilakukan Kementerian Perhubungan terkait biaya 20% yang dibebankan pada pengemudi,” kata Huda. 

Sementara itu, Huda juga mengatakan banyaknya demo yang dilaksanakan para pengemudi dapat menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku industri transportasi online di Indonesia. Iklim usaha yang tidak mendukung dapat menjadi kendala besar, yang mungkin dapat membuat perusahaan tidak dapat melanjutkan model bisnis ride-hailing tersebut.

“Harusnya ada penyesuaian regulasi dan model bisnis yang lebih mencakup kepentingan semua pihak. Kajian-kajian dalam penentuan kebijakan pun harus dibuka secara luas untuk umum agar masyarakat dapat menyampaikan pendapatnya,” tegas Huda.

Sementara itu, Executive Director Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyarankan kepada aplikator untuk menurunkan potongan komisi menjadi 10-15%, serta meningkatkan transparansi keuangan dan juga menghapus program yang membebani driver.

“Pemerintah juga harus segera tetapkan regulasi yang jelas dan menetapkan tarif minimum untuk perlindungan bagi driver. Adakan juga dialog rutin antara pemerintah, aplikator, dan driver untuk mencari solusi berkelanjutan,” kata Heru.

Pedagang melayani konsumen di tengah biaya hidup yang makin tinggi
Pedagang melayani konsumen di tengah biaya hidup yang makin tinggi

Heru juga menyoroti sisi driver, yang memerlukan asosiasi resmi untuk memperkuat negosiasi, dan juga menanggulangi permasalahan beda pendapat, khususnya terkait tuntutan demo. Konsumen pun dapat berpartisipasi menyediakan solusi dengan memilih aplikator yang adil dan memikirkan kesejahteraan drivernya.

Namun, apabila solusi tidak kunjung hadir, Heru memperkirakan demo terkait transportasi serupa akan terus terjadi bahkan hingga akhir tahun, mengingat selama enam bulan, tiga demo telah diadakan, dan sejauh ini belum menemukan titik terang.

Menurutnya, hal ini juga dipicu oleh kenaikan biaya hidup, serta lambatnya respons pemerintah dan aplikator untuk menanggapi tuntutan para driver. 

Diketahui, demo ojol pada Senin (21/7/2025) merupakan demo keempat yang telah terjadi sepanjang Januari hingga Juli 2025. 

Ada lima tuntutan yang dibawakan para pengemudi yaitu, mendesak DPR untuk mengesahkan undang-undang khusus transportasi online, menurunkan potongan komisi aplikasi menjadi 10% (Muhamad Rafi Firmansyah Harun).

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami