Sensor Film Makin Sulit Dilakukan Akibat Perkembangan Teknologi

Nurudin Abdullah
Selasa, 17 April 2018 | 19:26 WIB
Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) RI, Achmad Yani Basuki (tengah) berbicara di hadapan peserta sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Angkatan XXVI, di Jakarta, Selasa (17/4/2018)./JIBI-Istimewa
Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) RI, Achmad Yani Basuki (tengah) berbicara di hadapan peserta sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Angkatan XXVI, di Jakarta, Selasa (17/4/2018)./JIBI-Istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-Tugas mensensor film di Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan peran Lembaga Sensor Film, menyusul pesatnya pekembangan teknologi dan konvergensi yang di antaranya melahirkan e-cinema.

Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Achmad Yani Basuki mengatakan bahwa perkembangan teknologi yang jauh lebih cepat daripada aturannya membuat konten film tidak bisa dijamah oleh peraturan perundangan yang berlaku.

“Hal ini mengakibatkan penyensoran tidak bisa dibebankan hanya kepada LSF, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan, termasuk para orang tua,” katanya.

Dia menyampaikan hal itu di hadapan peserta sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Angkatan XXVI, di Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Menurutnya, kegiatan literasi harus terus didorong untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi, dan sekaligus mensensor, film atau informasi lainnya, yang dapat dimulai oleh para orang tua.

Kesadaran itu, lanjutnya, dapat dimulai dari para orang tua dengan tidak mudah memberi kebebasan kepada anaknya, dan bahkan tega melarang mereka, menyaksikan film yang tidak sesuai dengan klasifikasi umurnya.

Dia menjelaskan film dapat menjadi alat penetrasi kebudayaan sehingga perlu dijaga dari konten negatif yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan jati diri bangsa Indonesia. 

Sebab, imbuhnya, dampak globalisasi membawa kemudahan dalam pertukaran budaya. Sedangkan film mempunyai fungsi ganda, disamping sebagai media komunikasi, juga menjadi alat peneterasi budaya.

Untuk itu, bangsa yang lemah komitmen budayanya akan mudah dipengaruhi oleh budaya asing dan cenderung konsumerisme. “Maka perlindungan budaya, harus dilakukan dengan membangkitkan kesadaran internal masyarakat,” tegasnya.

Yani mengatakan film sebagai karya seni budaya memiliki peran strategis dalam ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir batin. Karena itu, negara bertanggung jawab memajukan perfilman di Tanah Air.

Selain itu, film sebagai media komunikasi massa merupakan sarana pencerdasan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di dunia Internasional.

“Oleh karena itu film perlu dikembangkan dan dilindungi,” kata Jenderal Purnawirawan bintang dua seperti yang dikutip dari situs resmi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, hari ini.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper