Adakah kesulitan yang dirasakan perusahaan ketika nilai tukar dolar AS terhadap rupiah dan harga minyak naik?
Ketika kami masuk ke struktur cost operasional penerbangan, suka tidak suka ada yang sensitif sekali, karena 80% biaya operasional itu terkait dengan nilai tukar.
Ini karena untuk biaya kepemilikan pesawat—entah sewa atau cicil—memakai dolar. Spare parts dan avtur juga terkait dengan dolar meski harga yang dikenakan ke kami itu adalah rupiah. Pendidikan pilot juga terkait dengan dolar karena alat-alatnya belinya pakai dolar.
Jadi apapun, ketika nilai rupiah itu melemah terhadap valuta asing dan karena kami jual tiket dalam rupiah, maka disparitas ini akan membuat airline kena utang. Naik 20 atau 30 poin itu berat buat airline, karena kami sudah jual tiket.
Tidak mungkin kami tiba-tiba naikkan harga jual. Itu yang membuat apa yang didapat airline itu tidak sepadan dengan biaya operasionalnya. Bisa saja untungnya menjadi sangat kecil, atau tidak ada untung, bahkan rugi.
Bagaimana mengantisipasi untuk menekan kerugian tersebut?
Antisipasinya ialah kami genjot utilisasi pesawat kami untuk lebih murah biaya operasionalnya. Kemudian, mencari market baru yang membayar pakai dolar. Dalam memperoleh barang-barang, semua perusahaan punya metode, mungkin beli dalam partai besar supaya dapat lebih murah.
Bagaimana Anda melihat persaingan industri penerbangan nasional saat ini?
Masih luar biasa. Potensinya ada dua, yaitu penduduk dan geografi. Pertumbuhan penumpang akan selalu ada jika pariwisatanya berjalan dan ekonomi masyarakat kita juga tumbuh. Saya lihat persaingan di industri penerbangan ini masih sangat kompetitif.
Di sisi lain, bicara angkutan udara ini harus ada yang disepakati supaya growing together. Semua stakeholders harus menyadari bahwa angkutan udara ini adalah agen pembangunan. Jadi, tidak bisa yang satunya mau untung gede, yang satunya lagi tidak peduli. Stakeholders yang dimaksud itu ada regulator, pelaku bisnis terkait, bandara, Airnav, perusahaan penerbangan dan MRO [maintenance, repair, and overhaul].
Kita harus melihat bahwa kita tidak bisa mengutamakan ego masing-masing karena akan berdampak kepada industri secara keseluruhan. Contohnya, jika bandara mengenakan sewa yang terlalu tinggi, yang kena dampaknya penumpang. Kalau penumpang mengatakan tidak mau bayar, yang mati ialah industrinya.