Corona dan Flu Burung
Coronavirus (SARS-CoV-2 dan Variannya)
SARS-CoV-2 telah menunjukkan kapasitas signifikan untuk bermutasi, menghasilkan varian baru dengan tingkat penularan, tingkat keparahan, dan potensi lolos dari kekebalan yang bervariasi.
Pada tahun 2023, varian baru seperti XBB.1.5 dan BA.2.75.2 menunjukkan peningkatan penularan dan beberapa kemampuan untuk menghindari respons imun dari vaksin sebelumnya (WHO, 2023; IHME, 2023).
Data terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) menunjukkan bahwa varian Omicron (BA.2.75.2) memiliki tingkat reproduksi (R0) sekitar 6-8, menunjukkan peningkatan penularan dibandingkan varian Delta yang memiliki R0 sekitar 5-6 (IHME, 2023).
Penularan SARS-CoV-2 yang sangat efisien melalui tetesan pernapasan dan aerosol menjadikannya sangat menular. Sebuah studi terbaru dari University of Oxford pada tahun 2024 menunjukkan bahwa varian XBB.1.5 memiliki waktu generasi yang lebih pendek, sekitar 3-4 hari, dibandingkan dengan varian sebelumnya yang berkisar antara 5-6 hari.
Ini berarti virus dapat menyebar lebih cepat dalam populasi, meningkatkan potensi penyebaran global yang lebih luas.
Komunitas ilmiah global secara ketat memantau SARS-CoV-2 dan variannya, memungkinkan deteksi cepat dan respons terhadap strain yang muncul. Pada tahun 2023, lebih dari 100.000 urutan genomik SARS-CoV-2 telah dikumpulkan dan dianalisis melalui jaringan pengawasan global seperti GISAID, yang membantu dalam mengidentifikasi dan melacak varian baru secara real-time (WHO, 2023; IHME, 2023). Tingkat pengawasan yang tinggi ini dapat membantu mengurangi dampak tetapi juga menyoroti risiko yang terus-menerus dari virus ini.
Avian Influenza (Flu Burung)
Avian influenza, khususnya strain seperti H5N1 dan H7N9, memiliki tingkat kematian yang tinggi pada manusia, menjadikannya sangat mengkhawatirkan. Misalnya, H5N1 memiliki tingkat kematian sekitar 60% di antara kasus yang dilaporkan.
Data dari WHO menunjukkan bahwa dari 862 kasus infeksi H5N1 yang dikonfirmasi sejak tahun 2003, 455 di antaranya berakhir dengan kematian (WHO, 2023).
Pada tahun 2023, China melaporkan 56 kasus baru H5N1 dengan tingkat kematian 33 kasus, mengindikasikan potensi kematian yang sangat tinggi jika terjadi wabah yang lebih luas (Gavi, 2023).
Ada kekhawatiran signifikan bahwa virus avian influenza dapat bermutasi untuk memungkinkan penularan antar manusia yang lebih efisien. Sebuah studi yang diterbitkan oleh Nature pada tahun 2024 menunjukkan bahwa mutasi tertentu pada protein hemagglutinin (HA) dapat meningkatkan afinitas virus terhadap reseptor manusia, yang dapat meningkatkan risiko transmisi antar manusia (Nature, 2024).
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dinamika ini secara mendalam. Virus avian influenza sering ditularkan dari burung ke manusia. WHO melaporkan bahwa pada tahun 2022, sekitar 150 kasus baru H7N9 dilaporkan di China, sebagian besar terkait dengan kontak dekat dengan unggas yang terinfeksi di pasar unggas hidup. Spillover zoonosis ini sangat terkait dengan praktik peternakan dan perdagangan unggas yang padat (WHO, 2023).
Perbandingan dan Kesimpulan
Dibandingkan dengan avian influenza, coronavirus, terutama SARS-CoV-2, telah menunjukkan efisiensi penularan antar manusia yang tinggi. Hal ini membuat coronavirus lebih mungkin menyebabkan pandemi yang meluas berdasarkan dinamika penularannya.
R0 untuk varian SARS-CoV-2 yang lebih baru seperti Omicron telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan avian influenza yang umumnya memiliki R0
Pengalaman terbaru dengan COVID-19 telah menyebabkan peningkatan kesiapsiagaan global terhadap coronavirus, termasuk vaksin dan perawatan. Pada tahun 2023, lebih dari 13 miliar dosis vaksin COVID-19 telah didistribusikan secara global, yang telah membantu mengurangi keparahan penyakit dan kematian (CDC, 2023).
Kesiapsiagaan ini mungkin membantu mengurangi dampak pandemi coronavirus baru tetapi juga menunjukkan tingkat risiko yang tinggi yang terus dirasakan oleh virus ini.
Berdasarkan data saat ini dan prediksi para ahli, SARS-CoV-2 dan variannya dianggap sebagai penyebab paling mungkin dari pandemi berikutnya karena tingkat mutasinya yang tinggi, efisiensi penularan antar manusia, dan evolusi virus yang terus berlanjut.
Misalnya, sebuah laporan dari Imperial College London pada tahun 2023 memperkirakan bahwa varian Omicron dapat menyebabkan peningkatan 30% dalam jumlah kasus global jika langkah-langkah pencegahan tidak ditingkatkan (Imperial College London, 2023).
Selain itu, studi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS menunjukkan bahwa vaksinasi dan booster yang terus diperbarui memainkan peran penting dalam mengurangi dampak varian baru (CDC, 2023).
Avian influenza tetap menjadi perhatian signifikan, terutama jika mutasi memungkinkan penularan antar manusia yang efisien, tetapi saat ini, coronavirus dianggap sebagai ancaman yang lebih segera. Meskipun avian influenza memiliki potensi untuk menjadi pandemi jika mutasi memungkinkan penularan yang lebih efisien, tingkat kesiapsiagaan dan pengawasan global terhadap SARS-CoV-2 saat ini membuatnya sebagai kandidat utama untuk pandemi berikutnya.