Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyebut pemerataan internet tidak cukup untuk mengakselerasi teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) secara maksimal, butuh kehadiran infrastruktur IT berkualitas.
Nezar menuturkan untuk mengimplementasikan AI secara maksimal di Tanah Air butuh tiga faktor pendukung.
Pertama adalah infrastruktur atau konektivitas internet sebagai wadah solusi AI mengalir. Namun, kehadiran AI tidak boleh sekadar hadir, harus berkualitas yang dapat mengantarkan internet berkecepatan tinggi.
“Saat ini kalau untuk konektivitas kita boleh mengeklaim atau boleh menyebut 97% wilayah pertumbuhan di Indonesia itu sudah terkoneksi. Tetapi gap kualitasnya itu masih ada,” kata Nezar dalam Seminar dan Launching Buku Kagama AI di Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Nezar mengatakan konektivitas di daerah rural dan urban berbeda jauh dengan daerah perkotaan. Sebab, di daerah perkotaan kecepatan internet bisa mencapai 100 Mbps, sedangkan di pedesaan kualitasnya cukup kecil.
Untuk itu, Nezar menjelaskan bahwa pemerintah memiliki program yang akan dimulai pada tahun 2025 hingga tahun 2029. Dimana program tersebut untuk akan memperbanyak infrastruktur konektivitas yang ada agar semua terjangkau.
“Itu (konektivitas) akan di enhancement gitu, akan diperkaya dengan sejumlah infrastruktur agar bisa didapatkan apa yang kita sebut sebagai meaningful connectivity,” ujarnya.
Meski demikian, untuk mengimplementasikan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) secara maksimal, Nezar menilai tak hanya butuh konektivitas yang baik. Namun, perlunya juga talent digital yang kompeten.
Nezar menyampaikan sampai dengan 2024 hanya adanya sekitar 10 juta talent digital yang ada di Indonesia dan angka tersebut masih kurang lebih dari 6 juta talent digital.
“Jadi masih ada gap 3-4 juta dan sampai 2030 gap juga masih kecil dan di 2030 kita masih ada kebutuhan kurang lebih 2 juta talent digital,” ucap Nezar.
Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia (Asioti) Teguh Prasetya mengatakan menurut data Statista pertumbuhan tersebut ditopang oleh solusi machine learning sebagai kontributor terbesar, diikuti dengan natural language processing dan autonomous & sensor Tech serta Computer Vision.
Tidak hanya itu, Teguh juga mengatakan, AI akan mendongkrak GDP negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, sebesar 5,6% - 10,4% pada periode 2017 -2030.
“Pertumbuhan seiring dengan peningkatan produktivitas, personalisasi, penghematan waktu, hingga peningkatan kualitas,” kata Teguh, Selasa (24/9/2024).
Dari sisi industri, kata Teguh, yang paling adaptif dengan solusi AI adalah industri perbankan, pemerintahan, manufaktur dan ritel. Solusi AI dimanfaatkan oleh sektor-sektor tersebut untuk menganalisis fraud hingga menghadirkan rekomendasi produk yang relevan dengan pelanggan.
“Keamanan publik dan agen layanan virtual (conversation AI) juga menjadi solusi yang banyak digunakan di industri,” kata Teguh.
Teguh memperingatkan meski demikian, implementasi AI di Indonesia memiliki beberapa tantangan. Dari sisi kebijakan, pemerintah perlu mengatur pelindungan data pribadi dan standar struktur & penggunaan bersama data AI.