Penolakan Microsoft
Microsoft menolak untuk mengurangi porsi akses maupun bagi hasil tersebut. Sumber yang dekat dengan Microsoft menyebutkan perusahaan tidak merasa tertekan karena masih memiliki kontrak yang berjalan dan siap menjalankannya hingga 2030.
“Yang dilihat pasar adalah berapa besar pendapatan Microsoft dari kerja sama ini, bukan berapa persen saham yang dimiliki di OpenAI. Jika kesepakatan baru justru mengurangi pendapatan, Microsoft perlu menimbang ulang, apa yang akan didapatkan sebagai gantinya,” kata sumber tersebut.
Di sisi lain, OpenAI disebut sempat mempertimbangkan opsi nuklir berupa tuduhan praktik monopoli kepada Microsoft jika negosiasi buntu. Namun, sumber dari pihak Microsoft menilai hal tersebut sebagai strategi tekan biasa.
“Microsoft saat ini sedang menahan diri, dan itu strategi mereka untuk membuat OpenAI merasa terdesak,” kata sumber yang dekat dengan OpenAI.
Sementara itu, Microsoft telah mulai mendiversifikasi ketergantungannya terhadap OpenAI. CEO Microsoft Corporation Satya Nadella meyakini model AI besar seperti ChatGPT akan menjadi komoditas di masa depan, dan nilai tambah terbesar justru ada pada produk akhir berbasis AI seperti aplikasi dan asisten digital.
Pada Mei lalu, Microsoft mulai menawarkan model Grok dari xAI milik Elon Musk kepada pelanggan layanan cloud-nya.Beberapa klausul penting dalam kontrak kerja sama saat ini juga sedang ditinjau ulang, termasuk hak eksklusif Microsoft untuk menjual perangkat lunak OpenAI melalui layanan cloud Azure, hak penolakan pertama (right of first refusal) dalam penyediaan infrastruktur komputasi untuk OpenAI, hingga hak akses awal atas teknologi OpenAI sebelum mencapai tahap kecerdasan umum buatan (AGI).
Klausul terkait AGI kemungkinan besar akan dihapus. CEO OpenAI Sam Altman dan CFO Sarah Friar juga mengungkapkan perusahaan menghadapi kendala besar dalam memenuhi kebutuhan daya komputasi untuk menjalankan ChatGPT, yang kini digunakan oleh sekitar 500 juta pengguna aktif setiap minggu.
Ketegangan pun sempat terjadi karena Altman menuntut akses lebih cepat terhadap infrastruktur Microsoft. Jika pun nantinya tercapai kesepakatan, proses transformasi OpenAI tetap harus mendapatkan persetujuan dari jaksa agung di negara bagian Delaware dan California.
Selain itu, proses ini juga tengah menghadapi gugatan hukum dari Elon Musk, yang turut didukung oleh beberapa mantan karyawan OpenAI. Bagi OpenAI, kesepakatan ini krusial.
Dalam dua putaran pendanaan terakhir, para investor menyepakati bahwa investasi mereka akan berubah menjadi utang jika OpenAI gagal menjadi entitas profit.
Jika proses ini gagal atau tertunda, investor seperti SoftBank dapat menarik sebagian dana yang sudah dijanjikan yakni hingga US$10 miliar atau sekitar Rp163,64 triliun (kurs Rp16.364 per dolar) dari total US$30 miliar atau setara Rp490,92 triliun.
Meski begitu, orang-orang dekat OpenAI tetap yakin para investor akan mempertahankan komitmen mereka, meskipun konversi perusahaan tidak terjadi sesuai tenggat waktu. Sementara itu, seorang tokoh industri teknologi di Silicon Valley yang dekat dengan Microsoft menyebut, “Microsoft tahu bahwa ini bukan masalah mereka untuk dipecahkan. Ini adalah tantangan OpenAI.”